Misteri Mengorok Diungkap Ilmuwan
Posted on 12.08 | By Admin | In Info , Misteri
Mendengarkan tidur
Seruan agar manusia memahami kehebatan Allah pada fenomena tidur nampaknya sangat penting. Bahkan sampai ada ayat khusus yang Allah wahyukan berkenaan dengan hal itu: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.” (QS. Ar Ruum, 30:23)
Di ujung ayat Al Qur’an tersebut ada penegasan “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.” Sejenak barangkali kita bertanya, apa hikmah di balik pemakaian kata “mendengarkan”? Mengapa bukan “melihat” atau anjuran mengindera dengan cara lain? Pastilah ada hal besar di sini, sehingga Allah sengaja menyuruh manusia untuk “mendengarkan” fenomena tidurnya di malam dan siang hari serta upayanya mencari sebagian karunia-Nya. Apakah hikmah itu?
Sudah pasti Allah-lah yang paling tahu keseluruhan kandungan makna perintah “mendengar” tersebut. Namun, marilah kita selami sedikit hikmah perintah “mendengarkan” itu dalam kehidupan sehari-hari, dan kita batasi bahasan kali ini mengenai tidur saja.
Jika ada anjuran untuk “mendengarkan” fenomena tidur, maka sudah tentu yang didengarkan adalah suara atau bunyi. Dan salah satu di antara bunyi yang dihasilkan aktifitas tidur adalah mengorok atau mendengkur. Benarkah mendengkur itu bukan peristiwa remeh sehingga tidak patut diacuhkan, apalagi dijadikan bahan tertawaan?
Penelitian mengorok
Bagi orang yang menganggap “mengorok” sebagai hal biasa, maka tidak ada hal istimewa yang bisa diungkap. Namun bagi mereka yang serius mengkaji hal yang sekilas tampak sepele ini, maka mengorok adalah hal yang sungguh penting. Apalagi jika mengingat bahwa Allah, Pencipta Mahasempurna, adalah yang menciptakan peristiwa mengorok itu. Tidak mungkin ada kesia-siaan dalam penciptaan mendengkur.
Kita bisa membuktikan hal ini melalui situs pencari terbitan ilmiah PubMed, dan memasukkan kata “snoring” (yang berarti “mengorok”) pada kolom “title” (judul). Akan kita dapati bahwa hingga sekarang sudah 1000 lebih karya ilmiah tentang mendengkur yang diterbitkan ilmuwan mancanegara. Jika pengetahuan tentang mengorok bukan hal penting, para peneliti tidak akan bersusah payah menulis karya ilmiah seberlimpah itu.
Satu dari sekian banyak karya ilmiah terbaru tersebut adalah hasil penelitian Ozgur Yoruk dkk. dari fakultas kedokteran Universitas Atatürk, Turki. Tulisan itu terbit di jurnal European Archives of Oto-rhino-laryngology baru-baru ini. Mereka mengulas hasil penelitian tentang teknik pengobatan yang dilakukan melalui operasi pada bagian dalam mulut yang seringkali bergetar dan memunculkan suara di saat mengorok, yakni jaringan pada anak tekak dan langit-langit mulut pasien. Teknik yang mereka kembangkan ini dinamakan Modified Radiofrequency-Assisted Uvulopalatoplasty (MRAUP).
Ilmuwan gencar meneliti fenomena mengorok karena pada sebagian orang mengorok menimbulkan masalah besar. Masalah ini dapat berupa gangguan kesehatan atau tidak harmonisnya hubungan antar manusia.
Mendengkur juga bisa merupakan gejala berbagai macam kelainan pernapasan yang berkaitan dengan tidur. Kelainan ini muncul akibat penyumbatan saluran udara yang terjadi di saat tidur. Penyumbatan pada tingkat kecil menyebabkan peristiwa mengorok biasa yang tidak berakibat fatal.
Meskipun demikian, suara dengkuran yang terlalu berisik berakibat mengganggu pendamping tidur, keluarga, bahkan tetangga. Dengkuran superkeras merupakan sebuah pencemaran suara dan berdampak buruk pada kerukunan hidup sesama manusia. Contohnya adalah Alan Myatt asal Inggris, yang tercatat sebagai pendengkur terkeras dengan kekuatan 112,8 desibel. BBC menggambarkan angka ini setara dengan kebisingan suara mesin jet. Ia menuturkan bahwa dengkurannya tidak saja mengganggu sang istri, tapi juga para tetangganya.
Jika penyumbatan saluran udara ketika tidur itu sangat parah, bahkan tersumbat sama sekali, ini mengakibatkan gangguan yang disebut sebagai sindrom terhentinya napas saat tidur (Obstructive Sleep Apnea, OSA) – apnea secara harfiah berarti “berhenti bernapas”. Pendengkur yang menderita kelainan ini seringkali berhenti bernapas selama 1 menit atau lebih di saat lelap tidur. Kelainan ini di antaranya berdampak buruk pada penyakit jantung, tekanan darah, dan daya ingat.
Untuk membantu orang-orang seperti inilah para pakar melakukan penelitian ilmiah tentang upaya pengobatan pasien pendengkur, baik melalui operasi atau bukan operasi. Selain dalam bentuk tulisan ilmiah, upaya mereka ini juga terwujud dalam aneka macam teknologi atau alat bantu bagi para pengorok.
Museum mendengkur
Schnarch-Museum Alfeld atau Museum Mengorok Alfeld di Jerman menjadi saksi bahwa mengorok merupakan sesuatu yang luar biasa. Mengorok telah memunculkan kreatifitas manusia dalam rangka membantu sesama mereka yang memiliki masalah tersebut. Bermarkas maya di www.schnarchmuseum.de , museum ini didirikan oleh The Alfelder Schlafapnoe- Gesellschaft (ASG), yakni perkumpulan masyarakat di Alfeld yang memiliki perhatian terhadap apnea.
Museum ini menampilkan berbagai macam perangkat penanggulangan mengorok dari berbagai belahan dunia, yang kuno dan modern. Selain perangkat elektronik dan non-elektronik berbentuk unik, museum yang buka Sabtu Ahad ini memamerkan pula berbagai macam obat-obatan yang diramu untuk membantu meringankan penderitaan para pendengkur.
Demikianlah, tak sekejap apa pun peristiwa di depan mata, tak seberisik apa pun suara yang tertangkap telinga, melainkan ada hikmah maha-agung di balik itu semua. Ini karena Allah menciptakan setiap rincian terkecil hingga terbesar di setiap penjuru alam semesta dengan tujuan dan makna yang haq yang mampu diungkap oleh mereka yang bersungguh-sungguh menggunakan indera, akal dan hati mereka:
“Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan.” (QS. Al Ahqaf, 46:3). (hidayatullah)
Referensi:
1). NM Al Lawati et al. (2009). “Epidemiology, Risk Factors, and Consequences of Obstructive Sleep Apnea and Short Sleep Duration”. Obstructive Sleep Apnea Symposium. January-February 2009. Progress in Cardiovascular Diseases Vol 51 (4): 285-293.
2). C Main et al. (2009). “Surgical procedures and non-surgical devices for the management of non-apnoeic snoring: a systematic review of clinical effects and associated treatment costs.” January 2009. Health Technology Assessment 2009; Vol. 13 (3): iii, xi-xiv, 1-208.
3). O Yoruk et al. (2009). “Treatment of primary snoring using modified radiofrequency-assisted uvulopalatoplasty.” February 2009. European Archives of Oto-rhino-laryngology. [Epub ahead of print]
4). American Sleep Apnea Association Information (2008). “Sleep Apnea Association Information”. (http://www.sleepapnea.org/info/index.html , dikunjungi pada 14 Mei 2009).
5). Medical College of Wisconsin (2007). “Uvulopalatoplasty (UP)”. (http://www.mcw.edu/sleepmed/ObstructiveSleepApneaOSA/SurgeriesforOSA/UvulopalatoplastyUP.htm , dikunjungi pada 14 Mei 2009)
6). BBC News (2001). “Quiet night’s sleep for ’world’s loudest man’”. 19 June 2001. (http://news.bbc.co.uk/2/hi/health/1396836.stm , dikunjungi pada 14 Mei 2009)
7). Museum of Snoring Alfeld. (http://www.schnarchmuseum.de/html/englisch.html , dikunjungi pada 14 Mei 2009)
Comments (0)
Posting Komentar