Peneliti Menguak Rahasia Tsunami 2004
Posted on 13.05 | By Admin | In berita , Dunia Kita , Fenomena Alam , Info Unik
Dua gempa besar pernah mengguncang Sumatera, pada akhir 2004 dan awal 2005. Meski termasuk dua gempa terdahsyat di dunia, terjadi dalam waktu berdekatan di lokasi yang dekat, dampak kedua gempa ini jauh berbeda.
Pada 26 Desember 2004, gempa berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang Aceh. Dampaknya dirasakan sampai 1.200 kilometer dari pusat gempa.
Akibatnya adalah bencana, tsunami menyapu sejumlah pantai di Samudera Hindia sampai ketinggian 30 meter. Lebih dari 230.000 orang tewas dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal.
Tiga bulan kemudian, 28 Maret 2005 terjadi gempa dengan kekuatan 8,7 skala Richter dan memicu tsunami yang menewaskan 1.300 orang di Pulau Nias, Sumatera Barat.
Akibat dari dua gempa dahsyat itu berbeda -- meski berada di segmen yang berdekatan -- patahan kerak Bumi.
Mengapa?
Studi terbaru dari jurnal ilmu pengetahuan, Science, 9 Juli 2010 mengungkapkan bahwa gempa Aceh 2004 mampu menggerakkan dasar laut.
Akibatnya, gempa itu seperti sebuah dayung raksasa di dalam air, menggerakkan dasar laut dan memicu ombak besar.
"Kedua gempa terjadi dalam sistem sesar yang sama, mulai 19 sampai 25 mil, atau 30 sampai 40 kilometer di bawah dasar laut," kata ahli geologi dari Universitas Southampton, Inggris, Simon Dean, seperti dimuat laman Christian Science Monitor, Jumat 9 Juni 2010.
"Hasil penelitian ini akan membantu kita lebih memahami mengapa perbedaan bagian dalam sesar gempa memiliki akibat terhadap tsunami yang berbeda. Ini sangat penting untuk melakukan perkiraan bahaya dan mitigasi."
Para ilmuwan melakukan penelitian di atas kapal riset Sonne -- menggunakan istrumen seismik untuk menyelidiki lapisan sedimen di bawah laut dengan gelombang suara.
Hasilnya menunjukan sesar 2004 memiliki kepadatan yang lebih rendah dari batuan sekitarnya. Ini mendorong sesar mendekati dasar laut selama gempa.
Sementara, untuk gempa 2005, tak ada bukti bahwa sesar tersebut memiliki kepadatan rendah. Itu menjelaskan mengapa tsunami yang dihasilkan lebiih kecil.
Para peneliti menemukan sejumlah fitur yang tidak biasa lainnya di zona gempa 2004 seperti topografi dasar laut, cacat sedimen dan lokasi gempa susulan yang terjadi setelah gempa utama.
Untuk mempelajari lapisan batu itu di bawah, dasar laut peneliti Jamie Austin University of Texas di Austin dan awak kapal memantulkan suara ke dalam laut, dengan pita kabel mereka mendengarkan kembali suara yang dipantulkan.
***
Sumatera jadi langganan gempa bumi karena lokasinya yang berada di antara dua lempeng tektonik bumi.
Gempa terjadi pada apa yang dinamakan zona subduksi. Para peneliti yakin zona terdampak gempa 2004 punya sifat luar biaasa -- yang menunjukkan potensi bahaya tsunami akan sangat tinggai di wilayah ini.
"Dengan memahami parameter yang membuat kawasan tertentu lebih berbahaya ketika diguncang gempa dan tsunami, kita bisa bicara soal potensi bahaya margin yang lain lain," peneliti, Sean Gulick dari University of Texas, Austin.
"Kita perlu meneliti apa yang membatasi ukuran gempa bumi dan sifat-sifat apa berkontribusi pada pembentukan tsunami."
source
Pada 26 Desember 2004, gempa berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang Aceh. Dampaknya dirasakan sampai 1.200 kilometer dari pusat gempa.
Akibatnya adalah bencana, tsunami menyapu sejumlah pantai di Samudera Hindia sampai ketinggian 30 meter. Lebih dari 230.000 orang tewas dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal.
Tiga bulan kemudian, 28 Maret 2005 terjadi gempa dengan kekuatan 8,7 skala Richter dan memicu tsunami yang menewaskan 1.300 orang di Pulau Nias, Sumatera Barat.
Akibat dari dua gempa dahsyat itu berbeda -- meski berada di segmen yang berdekatan -- patahan kerak Bumi.
Mengapa?
Studi terbaru dari jurnal ilmu pengetahuan, Science, 9 Juli 2010 mengungkapkan bahwa gempa Aceh 2004 mampu menggerakkan dasar laut.
Akibatnya, gempa itu seperti sebuah dayung raksasa di dalam air, menggerakkan dasar laut dan memicu ombak besar.
"Kedua gempa terjadi dalam sistem sesar yang sama, mulai 19 sampai 25 mil, atau 30 sampai 40 kilometer di bawah dasar laut," kata ahli geologi dari Universitas Southampton, Inggris, Simon Dean, seperti dimuat laman Christian Science Monitor, Jumat 9 Juni 2010.
"Hasil penelitian ini akan membantu kita lebih memahami mengapa perbedaan bagian dalam sesar gempa memiliki akibat terhadap tsunami yang berbeda. Ini sangat penting untuk melakukan perkiraan bahaya dan mitigasi."
Para ilmuwan melakukan penelitian di atas kapal riset Sonne -- menggunakan istrumen seismik untuk menyelidiki lapisan sedimen di bawah laut dengan gelombang suara.
Hasilnya menunjukan sesar 2004 memiliki kepadatan yang lebih rendah dari batuan sekitarnya. Ini mendorong sesar mendekati dasar laut selama gempa.
Sementara, untuk gempa 2005, tak ada bukti bahwa sesar tersebut memiliki kepadatan rendah. Itu menjelaskan mengapa tsunami yang dihasilkan lebiih kecil.
Para peneliti menemukan sejumlah fitur yang tidak biasa lainnya di zona gempa 2004 seperti topografi dasar laut, cacat sedimen dan lokasi gempa susulan yang terjadi setelah gempa utama.
Untuk mempelajari lapisan batu itu di bawah, dasar laut peneliti Jamie Austin University of Texas di Austin dan awak kapal memantulkan suara ke dalam laut, dengan pita kabel mereka mendengarkan kembali suara yang dipantulkan.
***
Sumatera jadi langganan gempa bumi karena lokasinya yang berada di antara dua lempeng tektonik bumi.
Gempa terjadi pada apa yang dinamakan zona subduksi. Para peneliti yakin zona terdampak gempa 2004 punya sifat luar biaasa -- yang menunjukkan potensi bahaya tsunami akan sangat tinggai di wilayah ini.
"Dengan memahami parameter yang membuat kawasan tertentu lebih berbahaya ketika diguncang gempa dan tsunami, kita bisa bicara soal potensi bahaya margin yang lain lain," peneliti, Sean Gulick dari University of Texas, Austin.
"Kita perlu meneliti apa yang membatasi ukuran gempa bumi dan sifat-sifat apa berkontribusi pada pembentukan tsunami."
source
Comments (0)
Posting Komentar